Minggu, 21 Juli 2013

Biografi KH. M. Arwani Amin Kudus

Selain dikenal
dengan sebutan Kota Kretek, Kudus juga
dikenal sebagai Kota Religius atau lebih
medasar lagi dikenal dengan sebutan Kota
Santri. Pasalnya, banyak di antara santri yang
menuntut ilmu di kota yang kharismatik yang
menjadi panutan masyarakat sekitar Kudus. Di
antara sekian banyak ulama di kota Kudus
banyak ulama di kota Kudus yang menjadi
tauladan bagi masyarakat adalah beliau al-
Maghfurlah KH. M. Arwani Amin.
Sekitar lebih 100 meter di sebelah selatan
Masjid Menara Kudus, tepatnya di Desa
Madureksan, Kerjasan, dulu tersebutlah
pasangan keluarga shaleh yang sangat
mencintai al-Qur’an. Pasangan keluarga ini
adalah KH. Amin Sa’id dan Hj. Wanifah. KH.
Amin Sa’id ini sangat dikenal di Kudus kulon
terutama di kalangan santri, karena beliau
memiliki sebuah toko kitab yang cukup dikenal,
yaitu toko kitab al-Amin. Dari hasil berdagang
inilah, kehidupan keluarga mereka tercukupi.
Yang menarik adalah, meski keduanya (H. Amin
Sa’id dan istrinya) tidak hafal al-Qur’an, namun
mereka sangat gemar membaca al-Qur’an.
Kegemarannya membaca al-Qur’an ini, hingga
dalam seminggu mereka bisa khatam satu kali.
Hal yang sangat jarang dilakukan oleh orang
kebanyakan, bahkan oleh orang yang hafal al-
Qur’an sekalipun.
Kelahiran KH. M. Arwani Amin Said
KH. M. Arawani Amin Said dilahirkan pada hari
Selasa Kliwon pukul 11.00 siang tangga l5
Rajab 1323 H bertepatan dengan 5 September
1905 M di kampung Kerjasan Kota Kudus Jawa
Tengah. Ayah beliau bernama H. Amin Said dan
ibunya bernama Hj.Wanifah.
Sebenarnya nama asli beliau adalah Arwan,
akan tetapi setelah beliau menunaikan ibadah
haji yang pertama namanya diganti menjadi
Arwani. Dan hingga wafat beliau dikenal
memiliki nama lengkap sebagai KH. M. Arawani
Amin Said dan panggilan akrabnya adalah Mbah
Arwani Kudus.
Arwan adalah anak kedua dari 12 bersaudara.
Kakaknya yang pertama seorang perempuan
bernama Muzainah. Sementara adik-adiknya
secara berurutan adalah Farkhan, Sholikhah,
H. Abdul Muqsith, Khafidz, Ahmad Da’in,
Ahmad Malikh, I’anah, Ni’mah, Muflikhak dan
Ulya. Dari kedua belas ini, ada tiga yang paling
menonjol, yaitu Arwan, Farkhan dan Ahmad
Da’in, ketiga-tiganya hafal al-Qur’an.
Dari sekian saudara KH. M. Arwani Amin, yang
dikenal sama-sama menekuni al-Qur’an adalah
Farkhan dan Ahmad Da’in. Ahmad Da’in,
adiknya Mbah Arwani ini bahkan terkenal
jenius, karena beliau sudah hafal al-Qur’an
terlebih dahulu daripada Mbah Arwan yakni
pada umur 9 tahun. Ia bahkan hafal Hadits
Bukhori Muslim dan menguasai Bahasa Arab
dan Inggris. Kecerdasan dan kejeniusan Da’in
inilah yang menggugah Mbah Arwani dan
adiknya Farkhan, terpacu lebih tekun belajar.
Arwan kecil hidup di lingkungan yang sangat
taat beragama (religius). Kakek dari ayahnya
adalah salah satu ulama besar di Kudus, yaitu
KH. Imam Haramain. Sementara garis nasabnya
dari ibu, sampai pada pahlawan nasional yang
juga ulama besar Pangeran Dipenegoro yang
bernama kecil Raden Mas Ontowiryo.
Kehidupan Keluarga KH. M. Arwani Amin
Ayahanda Mbah Arwani yaitu H. Amin Said
adalah seorang kiyai yang cukup disegani dan
dihormati oleh masyarakat disekitar beliau
tinggal. Meskipun ayah dan bunda beliau tidak
hafal al-Qur’an, namun tempat tinggal beliau
dikenal sebagai rumah al-Qur’an, karena setiap
pekan mereka selalu mengkhatamkan al-Qur’an.
Istri beliau bernama Ibu Nyai Hj. Naqiyul
Khud. Beliau menikah pada tahun 1935 M
dimana pada saat itu status beliau adalah
seorang santri dari pondok pesantren al-
Munawir Krapyak Yogyakarta. Ibu Naqi adalah
putri dari H. Abdul Hamid, seorang pedagang
kitab. Tokonya sekarang masih ada,bahkan
semakin berkembang. Beliau memiliki empat
orang anak yaitu Ummi dan Zukhali Uliya
(meninggal saat masih bayi) serta KH. M. A.
Ulin Nuha Arwani dan KH. M. A. Ulil Albab
Arwani.
Masa Menuntut Ilmu KH. M. Arwani Amin
Said
KH. M. Arwani Amin dan adik-adiknya sejak
kecil hanya mengenyam pendidikan di
madrasah dan pondok pesantren. Arwani kecil
memulai pendidikannya di Madrasah
Mu’awanatul Muslimin, Kenepan, sebelah utara
Menara Kudus. Beliau masuk di madrasah ini
sewaktu berumur 7 tahun. Madrasah ini
merupakan madrasah tertua yang ada di Kudus
yang didirikan oleh Syarikat Islam (SI) pada
tahun 1912. Salah satu pimpinan madrasah ini
di awal-awal didirikannya adalah KH. Abdullah
Sajad.
Setelah sudah semakin beranjak dewasa,
akhirnya memutuskan untuk meneruskan ilmu
agama Islam ke berbagai pesantren di tanah
Jawa, seperti Solo, Jombang, Jogjakarta dan
sebagainya. Dari perjalanannya berkelana dari
satu pesantren ke pesantren itu, talah
mempertemukannya dengan banyak kiai yang
akhirnya menjadi gurunya (masyayikh).
Adapun sebagian guru yang mendidik KH. M.
Arwani Amin diantaranya adalah KH. Abdullah
Sajad (Kudus), KH. Imam Haramain (Kudus),
KH. Ridhwan Asnawi (Kudus), KH. Hasyim
Asy’ari (Jombang), KH. Muhammad Manshur
(Solo), KH. M. Munawir (Yogyakarta) dan lain-
lain.
Kepribadian KH. M. Arwani Amin Said
Selama berkelana mencari ilmu baik di Kudus
maupun di berbagai pondok pesantren yang
disinggahinya, KH. M. Arwani Amin dikenal
sebagai pribadi yang santun dan cerdas karena
kecerdasannya dan sopan santunnya yang halus
itulah, maka banyak kiainya yang terpikat.
Karena itulah pada saat mondok KH. M. Arwani
Amin sering dimintai oleh kiainya membantu
mengajar santri-santri lain. Lalu memunculkan
rasa sayang di hati para kiainya.
Beliau hidup di lingkungan masyarakat santri
yang sangat ketat dalam menghayati dan
mengamalkan agama. Oleh karena itu wajar
saja jika beliau tumbuh menjadi seorang yang
memiliki perangai halus, sangat berbakti
kepada kedua orang tua, mempunyai
solidaritas yang tinggi, rasa setia kawan dan
suka mengalah tapi tegas dalam memegang
prinsip.
Beliau dikaruniai kecerdasan dan minat yang
kuat dalam menuntut ilmu. Pada masa
remajanya dihabiskan untuk menuntut ilmu
mengembara dari pesantren ke pesantren.
Tidak kurang dari 39 tahun hidup beliau
dihabiskan untuk menuntut ilmu dari kota ke
kota yang dimulai dari kotanya sendiri yaitu
Kudus. Kemudian dilanjutkan ke Pesantren
Jamsaren Solo, Pesantren Tebu Ireng Jombang,
Pesantren al-Munawir Krapyak Yogyakarta dan
diakhiri di Pesantren Popongan Solo.
Sekitar tahun 1935, KH. Arwani Amin pun
melaksanakan pernikahan dengan salah satu
seorang putri Kudus, yang kebetulan cucu dari
guru atau kiainya sendiri yaitu KH. Abdullah
Sajad. Perempuan sholehah yang disunting oleh
beliu adalah ibu Naqiyul Khud.
Dari pernikahannya dengan ibu Naqiyul Khud
ini, KH. M. Arwani Amin diberi dua putrid dan
dua putra. Putri pertama dan kedua beliau
adalah Ummi dan Zukhali (Ulya), namun kedua
putri beliau ini menginggal dunia sewaktu
masih bayi.
Yang tinggal sampai kini adalah kedua putra
beliau yang kelak meneruskan perjuangan KH.
M. Arwani Amin dalam mengelola pondok
pesantren yang didirikannya. Kedua putra
beliau adalah KH. Ulin Nuha (Gus Ulin) dan KH.
Ulil Albab Arwani (Gus Bab). Kelak, dalam
menahkodai pesantren itu, mereka dibantu
oleh KH. Muhammad Manshur. Salah satu
khadam KH. M. Arwani Amin yang kemudian
dijadikan sebagai anak angkatnya.
Perjuangan KH. M. Arwani Amin Said
Beliau mengajarkan al-Qur’an pertama kali
sekitar tahun 1942 di Masjid Kenepan Kudus
yaitu setamat beliau nyantri dari pesantren al-
Munawir Krapyak Yogyakarta. Pada periode ini
santri-santri beliau kebanyakan berasal dari
luar kota Kudus. Seiring berjalannya waktu
sedikit demi sedikit santri beliau semakin
bertambah banyak dan bukan hanya dari Kudus
dan sekitarnya, tapi ada yang berasal dari luar
propinsi bahkan dari luar pulau Jawa.
Kemudian beliau membangun sebuah pondok
pesantren yang diberi nama Yanbu’ul Qur’an
yang berarti Sumber al-Quran. Pondok
pesantren ini didirikan pada tahun 1393
H/1979 M.
KH. M. Arwani Amin meninggalkan sebuah
kitab yang diberi nama Faidh al-Barakat fi as-
Sabi’a Qira’at.
Semasa hidupnya beliau juga mengajarkan
Thariqat Naqsabandiyah Kholidiah yang pusat
kegiatannya bertempat di mesjid Kwanaran.
Beliau memilih tempat ini karena suasana di
sekeliling cukup sepi dan sejuk. Disamping itu
tempatnya dekat perumahan dan sungai Gelis
yang airnya jernih untuk membantu penyediaan
air untuk para peserta kholwat. KH. M. Arwani
amin juga pernah menjadi pimpinan Jam’iyah
Ahli ath-Thariqat al-Mu’tabarah yang didirikan
oleh para kyai pada tanggal 10 Oktobrr 1957
M. Dan dalam Mu’tamar NU 1979 di Semarang
nama tersebut diubah menjadi Jam’iyyah Ahl
ath-Thariqat al-Mu’tabarah an-Nahdliyyah
(JATMAN).
Kelebihan KH. M. Arwani Amin Said
KH. M. Arwani Amin dikenal sebagai seorang
ulama yang sangat tekun dalam beribadah.
Dalam melaksanakan sholat wajib beliau selalu
tepat waktu dan senantiasa berjamaah
meskipun dalam keadaan sakit. Kebiasaan
tersebut sudah beliau jalani sejak berada di
pesantren.
Sewaktu masih belajar Qiraat Sab’ah pada KH.
Munawir di Krapyak yang pelajarannya dimulai
pada pukul 02.00 dinihari sampai menjelang
Shubuh beliau sudah siap pada pukul 12.00
malam. Dan sambil menunggu waktu pelajaran
dimulai beliau manfaatkan untuk melaksanakan
sholat sunnah dan dzikir. Kebiasaan tersebut
tetap berlanjut setelah beliau kembali dan
bermukim di Kudus.
Biasanya beliau mulai tidur pukul 20.00 WIB
dan bangun pukul 21.00 WIB. Kemudian
dilanjutkan melaksanakan sholat sunnah dan
dzikir. Apabila sudah lelah kemudian tidur lagi
kira-kira selama satu sampai dua jam kemudian
bangun lagi untuk melaksanakan sholat dan
dzikir, begitu setiap malamya sehingga bila
dikalkulasi beliau hanya tidur dua sampai tiga
jam setiap malamnya
KH. M. Arwani Amin Said dikenal oleh
msyarakat di sekitarnya sebagai seorang ulama
yang memiliki kelebihan yang luar biasa.
Banyak yang mengatakan bahwa beliau adalah
seorang wali,beberapa santrinya mengatakan
bahwa KH.Arwani Amin memiliki indra keenam
dan mengetahui apa yang akan terjadi dan
melihat apa yang tidak terlihat.
Konon, menurut KH. Sya’roni Ahmadi,
kelebihan Mbah Arwani dan saudara-
saudaranya adalah berkat orangtuanya yang
senang membaca al-Qur’an. Dimana
orangtuanya selalu menghatamkan membaca
al-Qur’an meski tidak hafal.
Selain barokah orantuanya yang cinta kepada
al-Qur’an, KH. Arwani Amin sendiri adalah
sosok yang sangat haus akan ilmu. Ini
dibuktikan dengan perjalanan panjang beliau
berkelana ke berbagai daerah untuk mondok,
berguru pada ulama-ulama.
Selama menjadi santri, Mbah Arwani selalu
disenangi para kyai dan teman-temannya
karena kecerdasan dan kesopanannya. Bahkan,
karena kesopanan dan kecerdasannya itu, KH.
Hasyim Asy’ari sempat menawarinya akan
dijadikan menantu.
Namun, Mbah Arwani memohon izin kepada
KH. Hasyim Asy’ari bermusyawarah dengan
orang tuanya. Dan dengan sangat menyesal,
orang tuanya tidak bisa menerima tawaran KH.
Hasyim Asy’ari, karena kakek Mbah Arwani
(KH. Haramain) pernah berpesan agar ayahnya
berbesanan dengan orang di sekitar Kudus
saja.Akhirnya, Mbah Arwani menikah dengan
Ibu Nyai Naqiyul Khud pada 1935. Bu Naqi
adalah puteri dari H. Abdul Hamid bin KH.
Abdullah Sajad, yang sebenarnya masih ada
hubungan keluarga dengan Mbah Arwani
sendiri.
Anak Didik KH. M. Arwani Amin Said
Ribuan murid telah lahir dari pondok yang
dirintis KH. M. Arwani Amin tersebut. Banyak
dari mereka yang menjadi ulama dan tokoh.
Sebut saja diantara murid-murid KH. M.
Arwani Amin yang menjadi ulama adalah:
1) KH. Sya’roni Ahmadi (Kudus)
2) KH. Hisyam (Kudus)
3) KH. Abdullah Salam (Kajen)
4) KH. Muhammad Manshur
5) KH. Muharror Ali (Blora)
6) KH. Najib Abdul Qodir (Jogja)
7) KH. Nawawi (Bantul)
8) KH. Marwan (Mranggen)
9) KH. A. Hafidz (Mojokerto)
10) KH. Abdullah Umar (Semarang)
11) KH. Hasan Mangli (Magelang)KH. M. Arwani Amin Said Berpulang ke
Rahmatullah
Dengan keharuman namanya dan berbagai
pujian dan sanjungan penuh rasa hormat dan
ta’dzim atas kealimannya, beliu wafat pada
taggal 25 Rabiul Akhir tahun 1415 H atau
bertepatan dengan tanggal 1 Oktober tahun
1994 M dalam usia 92 tahun (dalam hitungan
Hijriyah). Beliau dimakamkan di komplek
Pesantren Yanbu’ul Qur’an Kudus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar