Kamis, 18 Juli 2013

Biografi Imam Hanafi

Imam Abu Hanifah yang dikenal dengan
dengan sebutan Imam Hanafi bernama asli
Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit Al Kufi, lahir
di Irak pada tahun 80 Hijriah (699 M), pada
masa kekhalifahan Bani Umayyah Abdul Malik
bin Marwan. Beliau digelari Abu Hanifah (suci
dan lurus) karena kesungguhannya dalam
beribadah sejak masa kecilnya, berakhlak
mulia serta menjauhi perbuatan dosa dan keji.
dan mazhab fiqhinya dinamakan Mazhab
Hanafi. Gelar ini merupakan berkah dari doa
Ali bin Abi Thalib r.a, dimana suatu saat
ayahnya (Tsabit) diajak oleh kakeknya (Zauti)
untuk berziarah ke kediaman Ali r.a yang saat
itu sedang menetap di Kufa akibat pertikaian
politik yang mengguncang ummat islam pada
saat itu, Ali r.a mendoakan agar keturunan
Tsabit kelak akan menjadi orang orang yang
utama di zamannya, dan doa itu pun terkabul
dengan hadirnya Imam hanafi, namun tak
lama kemudian ayahnya meninggal dunia.
Pada masa remajanya, dengan segala
kecemerlangan otaknya Imam Hanafi telah
menunjukkan kecintaannya kepada ilmu
pengetahuan, terutama yang berkaitan dengan
hukum islam, kendati beliau anak seorang
saudagar kaya namun beliau sangat menjauhi
hidup yang bermewah mewah, begitu pun
setelah beliau menjadi seorang pedagang yang
sukses, hartanya lebih banyak didermakan
ketimbang untuk kepentingan sendiri.
Disamping kesungguhannya dalam menuntut
ilmu fiqh, beliau juga mendalami ilmu tafsir,
hadis, bahasa arab dan ilmu hikmah, yang
telah mengantarkannya sebagai ahli fiqh, dan
keahliannya itu diakui oleh ulama ulama di
zamannya, seperti Imam hammad bin Abi
Sulaiman yang mempercayakannya untuk
memberi fatwa dan pelajaran fiqh kepada
murid muridnya. Keahliannya tersebut bahkan
dipuji oleh Imam Syafi’i ” Abu Hanifah adalah
bapak dan pemuka seluruh ulama fiqh “.
karena kepeduliannya yang sangat besar
terhadap hukum islam, Imam Hanafi
kemudian mendirikan sebuah lembaga yang di
dalamnya berkecimpung para ahli fiqh untuk
bermusyawarah tentang hukum hukum islam
serta menetapkan hukum hukumnya dalam
bentuk tulisan sebagai perundang undangan
dan beliau sendiri yang mengetuai lembaga
tersebut. Jumlah hukum yang telah disusun
oleh lembaga tersebut berkisar 83 ribu, 38
ribu diantaranya berkaitan dengan urusan
agama dan 45 ribu lainnya mengenai urusan
dunia.
Metode yang digunakan dalam menetapkan
hukum (istinbat) berdasarkan pada tujuh hal
pokok :
1. Al Quran sebagai sumber dari segala
sumber hukum.
2. Sunnah Rasul sebagai penjelasan terhadap
hal hal yang global yang ada dalam Al Quran.
3. Fatwa sahabat (Aqwal Assahabah) karena
mereka semua menyaksikan turunnya ayat dan
mengetahui asbab nuzulnya serta asbabul
khurujnya hadis dan para perawinya.
Sedangkan fatwa para tabiin tidak memiliki
kedudukan sebagaimana fatwa sahabat.
4. Qiyas (Analogi) yang digunakan apabila
tidak ada nash yang sharih dalam Al Quran,
Hadis maupun Aqwal Asshabah.
5. Istihsan yaitu keluar atau menyimpang dari
keharusan logika menuju hukum lain yang
menyalahinya dikarenakan tidak tepatnya
Qiyas atau Qiyas tersebut berlawanan dengan
Nash.
6. Ijma’ yaitu kesepakatan para mujtahid
dalam suatu kasus hukum pada suatu masa
tertentu.
7. ‘Urf yaitu adat kebiasaan orang muslim
dalam suatu masalah tertentu yang tidak ada
nashnya dalam Al Quran, Sunnah dan belum
ada prakteknya pada masa sahabat.
Karya besar yang ditinggalkan oleh Imam
hanafi yaitu Fiqh Akhbar, Al ‘Alim Walmutam
dan Musnad Fiqh Akhbar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar