Kamis, 18 Juli 2013

Biografi Imam Syafi’i

Biografi Imam Syafi’i
Imam Syafi’i bernama lengkap Abu Abdullah
Muhammad bin Idris As Syafi’i, lahir di Gaza,
Palestina pada tahun 150 Hijriah (767-820 M),
berasal dari keturunan bangsawan Qurays dan
masih keluarga jauh rasulullah SAW. dari
ayahnya, garis keturunannya bertemu di Abdul
Manaf (kakek ketiga rasulullah) dan dari
ibunya masih merupakan cicit Ali bin Abi
Thalib r.a. Semasa dalam kandungan, kedua
orang tuanya meninggalkan Mekkah menuju
palestina, setibanya di Gaza, ayahnya jatuh
sakit dan berpulang ke rahmatullah, kemudian
beliau diasuh dan dibesarkan oleh ibunya
dalam kondisi yang sangat prihatin dan seba
kekurangan, pada usia 2 tahun, ia bersama
ibunya kembali ke mekkah dan di kota inilah
Imam Syafi’i mendapat pengasuhan dari ibu
dan keluarganya secara lebih intensif.
Saat berusia 9 tahun, beliau telah menghafal
seluruh ayat Al Quran dengan lancar bahkan
beliau sempat 16 kali khatam Al Quran dalam
perjalanannya dari Mekkah menuju Madinah.
Setahun kemudian, kitab Al Muwatha’
karangan imam malik yang berisikan 1.720
hadis pilihan juga dihafalnya di luar kepala,
Imam Syafi’i juga menekuni bahasa dan sastra
Arab di dusun badui bani hundail selama
beberapa tahun, kemudian beliau kembali ke
Mekkah dan belajar fiqh dari seorang ulama
besar yang juga mufti kota Mekkah pada saat
itu yaitu Imam Muslim bin Khalid Azzanni.
Kecerdasannya inilah yang membuat dirinya
dalam usia yang sangat muda (15 tahun) telah
duduk di kursi mufti kota Mekkah, namun
demikian Imam Syafi’i belum merasa puas
menuntut ilmu karena semakin dalam beliau
menekuni suatu ilmu, semakin banyak yang
belum beliau mengerti, sehingga tidak
mengherankan bila guru Imam Syafi’i begitu
banyak jumlahnya sama dengan banyaknya
para muridnya.
Meskipun Imam Syafi’i menguasai hampir
seluruh disiplin ilmu, namun beliau lebih
dikenal sebagai ahli hadis dan hukum karena
inti pemikirannya terfokus pada dua cabang
ilmu tersebut, pembelaannya yang besar
terhadap sunnah Nabi sehingga beliau digelari
Nasuru Sunnah (Pembela Sunnah Nabi). Dalam
pandangannya, sunnah Nabi mempunyai
kedudukan yang sangat tinggi, malah beberapa
kalangan menyebutkan bahwa Imam Syafi’i
menyetarakan kedudukan sunnah dengan Al
Quran dalam kaitannya sebagai sumber hukum
islam, karena itu, menurut beliau setiap
hukum yang ditetapkan oleh rasulullah pada
hakekatnya merupakan hasil pemahaman yang
diperoleh Nabi dari pemahamannya terhadap
Al Quran. Selain kedua sumber tersebut (Al
Quran dan Hadis), dalam mengambil suatu
ketetapan hukum, Imam Syafi’i juga
menggunakan Ijma’, Qiyas dan istidlal
(penalaran) sebagai dasar hukum islam.
Berkaitan dengan bid’ah, Imam Syafi’i
berpendapat bahwa bid’ah itu terbagi menjadi
dua macam, yaitu bid’ah terpuji dan sesat,
dikatakan terpuji jika bid’ah tersebut selaras
dengan prinsip prinsip Al Quran dan Sunnah
dan sebaliknya. dalam soal taklid, beliau selalu
memberikan perhatian kepada murid
muridnya agar tidak menerima begitu saja
pendapat pendapat dan hasil ijtihadnya, beliau
tidak senang murid muridnya bertaklid buta
pada pendapat dan ijtihadnya, sebaliknya
malah menyuruh untuk bersikap kritis dan
berhati hati dalam menerima suatu pendapat,
sebagaimana ungkapan beliau ” Inilah
ijtihadku, apabila kalian menemukan ijtihad
lain yang lebih baik dari ijtihadku maka
ikutilah ijtihad tersebut “.
Diantara karya karya Imam Syafi’i yaitu Al
Risalah, Al Umm yang mencakup isi beberapa
kitabnya, selain itu juga buku Al Musnadberisi
tentang hadis hadis rasulullahyang dihimpun
dalam kitab Umm serta ikhtilaf Al hadis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar